Aksi Mahasiswa Melawan Komersialisasi Pendidikan

LPM PRODUKTIF – Mahasiswa kembali membanjiri jalanan. Bukan tanpa alasan, melainkan sebagai reaksi ketidakberesan yang dibuat oleh penguasa. Mereka menyuarakan aspirasi yang tak pernah terbaca nadanya di telinga sang pimpinan dan bahkan perwakilan rakyat. Mereka menolak keras komersialisasi pendidikan. Urusannya tak jauh dari mahalnya biaya kuliah dan sulitnya akses pendidikan bagi orang miskin. Menolak adanya biaya yang dikenakan bagi mahasiswa KKN dan adanya pungutan lain di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sikap tunggal mereka jelas, komersialisasi bukan solusi.

Gumpalan aksi yang tergabung melibatkan mahasiswa dari beberapa universitas di Palu ini diadakan di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah pagi tadi yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Adapun rencana sebelumnya titik lokasi pertama aksi ialah di depan Rektorat Untad namun tidak sesuai rencana. Mahasiswa dilarang menyuarakan haknya didalam rumah sendiri, bahkan sekret lembaga mahasiswa di segel oleh petugas upt security di antaranya sekret BEM Untad, Majelis Mahasiswa Untad, Pramuka Untad dan BEM Fapetkan Untad. Pihak universitas menolak mendengar suara para mahasiswanya. 

Latar belakang yang memicu aksi tersebut karena adanya surat edaran yang menyatakan bahwa “pelaksanaan KKN angkatan 76 dan 77 tahun ajaran 2016/2017 dilaksanakan di kampus Universitas Tadulako dengan tanpa memungut biaya” yang membuat mahasiswa merasa adanya ketidak sesuai dengan fungsi Tri Darma Perguruan Tinggi yang salah satu fungsinya ialah “pengabdian kepada masyarakat”. Namun pengabdian tersebut harus ditempuh mahasiswa dengan membayar 850ribu/mahasiswa. 

Tolak UKT, tolak UKT! Teriakan yang bergema dari para demonstran. Mahasiswa yang tergabung terus menyuarakan aspirasinya. Pada siang tadi sekitar pukul 11.30, tuntutan mahasiswa akhirnya mendapat respon positif dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Zainuddin Tambuala perwakilan dari DPRD Kota Palu menemui para demonstran sekaligus mendukung aksi yang digelar oleh mahasiswa. Beliau menandatangani perjanjian untuk mendorong dan mendukung tuntutan-tuntutan mahasiswa.

“Saya akan mendukung penuh atas aksi protes mahasiswa mengenai masalah dunia pendidikan sekarang. Saya berjanji akan mengundang bapak Rektor Untad untuk membicarakan hal ini. Setelah itu akan kami sampaikan ke pemerintah pusat” ujar Zainuddin. “Mahasiswa sudah bosan dengan janji, tapi kami mohon bapak dapat mempertanggungjawabkan ucapannya. Realisasinya segera dilakukan” balas salah satu mahasiswa.

Kampus tak lagi dapat dikuasai oleh segelintir pecandu duit. Kampus tak bisa lagi mengelola managemen dengan logika pemerasan. Mahasiswa alih-alih menjadi subjek dalam dunia pendidikan, kemudian dilihat sebagai konsumen. Pendidikan bukan ladang untuk mencari laba. Walaupun sudah ada titik terang dari DPRD Palu, namun perlu ditindak lanjuti. Perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai di sini. (Jcy/asr/arw/abk)

Tinggalkan komentar