
Pemilu Raya (Pemira) merupakan ajang tahunan yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako (FE-Untad). Dalam ajang ini kita akan dihadapkan dengan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang sekarang namanya diubah menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur BEM, sesuai dengan hasil yang disahkan dalam Konfrensi Keluarga Mahasiswa Fakultas Ekonomi (KKMFE).
Untuk menunjang terselenggaranya Pemira, maka didalam KKMFE dibentuklah Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemira di teritorial FE-Untad. Selain BPM dibentuk juga lembaga penyelenggara Pemira, Badan Pelaksana Pemilu Raya (BPPR) yang bersifat independen. Dalam penyelenggaraan pemira, keduanya bertanggung jawab agar pemira terlaksana sesuai dengan peraturan yang telah disepakati di KKMFE.
Sejak dulu, organisasi mahasiswa intrakampus memang memosisikan diri sebagai pengontrol kebijakan birokrat. Prinsip gerakan independen ini sudah terbentuk sejak era awal terbentuknya organisasi mahasiswa pada 1950-an.
Sebelum dikenal dengan nama BEM, organisasi mahasiswa intrakampus di Indonesia dikenal sebagai Dewan Mahasiswa atau biasa disingkat Dema. Dema mulai dibentuk di universitas-universitas di Indonesia pada 1950-an. Kala itu, Dema menjadi wadah belajar berpolitik karena berfungsi sebagai student government.
Di kampus sendiri kegiatan politik tidak dapat dihindari, karena kampus merupakan miniatur negara, makanya di kampus sering kali terjadi gesekan ideologi. Sebuah studi menunjukkan bagaimana partai politik seperti Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) secara aktif membentuk kelompok mahasiswa seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos). untuk memperluas pengaruh ke dalam kampus-kampus Indonesia.
Sementara itu, partai politik lain seperti Masyumi membangun relasi dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dilain pihak, pesaing utama Masyumi, Partai Komunis Indonesia (PKI), membangun aliansi dengan Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). HMI dan CGMI kemudian terlibat dalam persaingan sengit memperebutkan pengaruh politik setelah kudeta 30 September 1965. Pada akhirnya, HMI muncul sebagai pemenang dengan CGMI dan patron politiknya, PKI dibinasakan dari arena politik Indonesia.
Seperti yang dikatakan Soe Hok Gie “Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.” makanya jangan berlama-lama dalam politik.
Pemira sendiri tidak selalu berjalan lancar kadang terjadi sebuah perpecahan yang mengakibatkan konflik. Seperti yang terjadi di Universitas Brawijaya pada tahun 2012 membuat salah satu mahasiswa harus dilarikan ke rumah sakit, konflik Pemira Universitas Mulawarman memakan lima orang korban dan kericuan terbaru 2018 di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung mengakibatkan sepuluh orang luka-luka.
Mudah-mudahan saja di Universitas Tadulako tidak terjadi hal seperti itu. Jika terjadi kejadian seperti itu maka makna dari Tadulako sendiri tidak berarti sama sekali. Kata Tadulako sendiri dapat diartikan sebagai pemimpin.
Pemira adalah ajang untuk memilih pemimpin, jika memakan korban untuk apa diadakan? Yang menang diharapkan dapat merangkul yang kalah dan yang kalah dapat kiranya berlapang dada menerimanya, agar kiranya dapat menjadikan FE-Untad menjadi lebih baik dengan Pemira damai.
(Muh. Panji Zulkarnaen)
