
Salam Pers Mahasiswa!
Jangan pernah melupakan sejarah, kira-kira begitu kata bung Karno. Memang benar kita sebagai generasi muda kadang abai dengan perjalanan sejarah, tidak heran kita selalu kehilangan momentum untuk merenung atau berkontemplasi atas capaian sekarang yang juga linear dengan masa lalu. Berbagai asa dan peluh telah membasahi setiap bulir perjuangan kader LPM Produktif selama kurang lebih 27 tahun sejak Lembaga ini dibentuk pada tahun 1992 dengan nama SKM Produktif (Surat Kabar Mahasiswa Produktif). Sebagai pegiat Pers Mahasiswa tentu adalah sebuah kehormatan bisa berkecimpung langsung dengan dunia tulis-menulis selain proposal dan skripsi, terlepas dari proses pembentukan Pers Mahasiswa itu sendiri yang merupakan simbol perlawanan atas rezim yang diktator sekaligus wadah aspirasi rakyat pada masa itu, Persma menjelma media poros alternatif ketika banyak media mainstream dibredel oleh pemerintah. Kontras dengan apa yang terjadi pada masa ini, justru Pers Mahasiswa seringkali diidentikkan sebagai media humas kampus, mengorbankan idealismenya sekaligus prinsip yang dipegang teguh oleh seorang jurnalis yakni memberitakan sesuatu yang aktual, faktual, dan berimbang (Cover Both Side). Bukan hanya itu, perilaku birokrasi yang merasa terganggu akan menggunakan cara represif dalam mereduksi setiap pemberitaan Persma yang dianggap kurang sepemahaman, maka tidak heran banyak anggota Persma mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan. Persma sesungguhnya memiliki masalah yang sangat kompleks, mulai dari faktor eksternal sampai internal semacam kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia), konsep pengaderan yang cocok, pengelolaan keuangan dan penerbitan. Terlebih pada era revolusi Industri 4.0 di mana informasi dengan begitu mudahnya diperoleh serta segala keagungan modernitasnya. Namun, seiring berjalannya waktu Persma mulai berbenah, mulai menyesuaikan diri dengan kondisi sosial masyarakat, ekonomi, politik, dan aktif menghasilkan karya-karya baru yang membanggakan, banyak jebolan Persma yang mengikuti lomba-lomba tingkat nasional maupun regional, menjadi wartawan profesional, desain grafis, Vidoegrafi, Fotografi, penulis, dan sebagainya. Setidaknya bekal kemampuan menulis dan mengolah informasi menjadi nilai tambah ketika mahasiswa mulai mengerjakan tugas akhir untuk menghindari revisi dosen pembimbing. Sekali lagi berbanggalah kalian karena telah bergabung dalam lembaga ini, tempat menimba ilmu yang lengkap bagi kalian mahasiswa baru yang ingin memiliki nilai lebih dalam menyongsong dunia kerja atau sekadar berproses demi menambah wawasan dan memperjuangkan kebenaran. Sebelum celoteh ini membias lebih jauh izinkan saya membagikan sedikit kilas balik perjalanan LPM Produktif.
Dalam lemari usang berteman debu yang jarang terjamah oleh anak-anak sekretariat, saya mencoba menghimpun kembali terbitan-terbitan terdahulu LPM Produktif. Lugas tangan saya membuka lembar demi lembar koran tua itu, hingga akhirnya tepat pada halaman bagian paling belakang di pojok kiri bawah saya menemukan sebuah ulasan menarik edisi tahun 2003 SKM Produktif yang bertajuk:
Di Balik Dapur Redaksi SKM Produktif
(Dalam Rangka Dies Natalis Ke XI. 27 Oktober 2003)
Pergerakan pers sejak bangsa ini mengalami dogmatis yang berkepanjangan. Pergerakan dimulai sejak lahirnya suatu kemerdekaan yang sangat membantu dalam suatu kemajuan pembangunan bangsa dalam memprovisasi dirinya sebagai simbol pergerakan. Sejarah lahirnya pers mahasiswa selalu dihabisi oleh oknum birokrasi maupun pemerintah, namun dari situlah pers mahasiswa bangkit menuju kebebasan yang hakiki. Pers mahasiswa didirikan di setiap institusi kampus negeri maupun swasta salah satunya adalah produktif yang diilhami oleh kanda Yusran Yunus (Bisnis Indonesia), Muzakkir Tombolotutu (dosen fekon), Vitayanti (dosen fekon), Suparman (dosen fekon), menjadikan lembaga kajian/kelompok belajar dan hasilnya terbentuklah media Produktif pada tahun 1992.
Kemudian Produktif sejajar dengan LPM yang ada di Universitas Tadulako yakni Format, Zona 14 (teknik), justice (hukum), Mahaswara (pertanian).
Pada awal terbitnya masih seumur jagung semua LPM ini dibredel, akibat adanya campur tangan birokrasi dalam penerbitan. Namun, semangat itu dibangun kembali pada tahun 1998 yang berawal dari Yusran Yunus berbincang dengan Syamsul, Saprin, Saiful dan kawan-kawan menghasilkan komitmen baru. Setelah itu diadakan pelatihan dasar pertama bulan November 1998 yang diketuai oleh Fakhrul dan sekretarisnya Sabrina yang dilakukan di hotel Manguni jalan Pattimura kota Palu.
Dari hasil pelatihan tersebut dibentuklah kepengurusan baru dan hasilnya saudara Syamsul dipercayakan menjabat sebagai ketua umum dan sekumnya Saprin. Pengurus tersebut dipercayakan menjadi Pimpinan Umum dan menerbitkan surat kabar di Fakultas Ekonomi untuk edisi kedua setelah tahun 1992 tak terbit lagi.
Kepengurusan saudara Syamsul yang mampu membuat dan menghasilkan jurnalistik yang handal dan terobosan-terobosan baru. Banyak kegiatan yang dilakukan demi membenahi LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) ini, kegiatan yang diikuti mereka antara lain adalah Workshop Polling di Yogyakarta. Kemudian mengikuti sarasehan Pers mahasiswa oleh siti Maryam, Endang Windi Adam, Fachrul dan Saprin, kemudian pelatihan Pers di Makassar diikuti saudara ilham, dan Saiful bertempat di SKM Profesi di UNM (Universitas Negeri Makassar), kemudian studio banding se-jawa Bali dan NTB oleh Saprin dan Iskandar Dg. Ide. Kegiatan Pers di Makassar yang dilaksanakan oleh PWI Reformasi yang diikuti oleh siti Maryama. Kemudian Diklat jurnalistik sastra yang diikuti oleh Supatmi (Mantan Ketua Umum SKM) dan Saprin, yang kemudian pada lanjutan acara tersebut saudara Saprin yang diangkat sebagai ketua PPMI wilayah Sulawesi dan ketua Bidang Organisasi pada PPMI dan melakukan studio banding di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali dan NTB. Setelah itu saudara Ervan dan Muhlis mengikuti pelatihan Pers tingkat lanjut di LPM Expose di jember dan SKM Produktif di jadikan barometer usaha mandiri.
Kuli Tinta mungkin itulah gelar yang disandang seorang jurnalis, dengan tintanya ia bisa membuat dunia ini terbalik bahkan berada dalam genggamannya.
Seorang Napoleon Bonaparte lebih takut kepada 10 surat kabar dibandingkan dengan 10.000 tentara bersenjata lengkap. Itulah sebagian perjalanan SKM Produktif yang kami ketahui sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang bernaung dalam KBMFE-Untad (Sekarang bernama KMFE). Namun masih banyak sejarah SKM Produktif yang belum sempat diketahui dikarenakan data pengurus sebelumnya, mengapa selama 7 tahun pasca pembentukannya mengalami stagnan, bentuk tabloid edisi pertama dan gambaran lebih terperinci dinamika kehidupan kampus pada masa itu.
Baiklah kawan-kawan produktif yang berbahagia, mungkin pada kesempatan selanjutnya saya akan mengulas lebih jauh mengenai stagnannya SKM Produktif selama 7 tahun dan hal-hal terperinci lainnya. Saya tutup dengan kalimat sakti Pramoedya Ananta Toer yang saat ini kembali ngetrend dengan film bumi manusianya. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tidak menulis dia akan hilang dari masyarakat dan tenggelam dari sejarah. Karena menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
LPM Produktif, Suara Mahasiswa Suara Rakyat!
(Nurcholish Darmawan: Pimpinan Umum LPM Produktif 2019)
