Zakat Solusi Dari Kesulitan di Masa Pandemi

Sumber : liputan6.com

Infeksi covid-19 di Indonesia telah memasuki dua bulan sejak kasus pertama pada 2 Maret 2020. Dan hingga kasus yang terjadi di Gorontalo pada 10 April 2020, maka covid-19 telah menyebar ke seluruh wilayah provinsi di Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per 1 Mei 2020, beberapa wilayah telah disetujui untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di antaranya DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Pekanbaru, Makassar, Sumatera Barat, Tegal, Tarakan, Banjarmasin, Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Gowa dan Gorontalo. Alasannya, langkah tersebut secara efektif diharapkan dapat mencegah sekaligus memperlambat penyebaran virus covid-19.

Pada akhirnya, gagasan untuk tetap di rumah di tengah pandemi covid-19 telah memukul aktivitas perekonomian di berbagai lapangan usaha. Jumlah pemasukan yang tidak memadai pada akhirnya membuat perusahaan bergerak tetatih-tatih. Apalagi, perusahaan masih dihadapkan pada kewajibannya untuk membayar gaji para pekerja. Dengan konteks sosial ekonomi yang menjadi latar belakangnya, perusahaan nampaknya memang sulit memiliki alternatif lain selain melakukan PHK kepada para karyawan.

Selain PHK pada sektor formal, dampak covid-19 terhadap hilangnya mata pencaharian di sektor informal juga menjadi kekhawatiran lainnya. Dilansir dari detik.com (4/5/2020) setidaknya terdapat 3 juta pekerja yang telah dirumahkan, bahkan terkena PHK. Kementerian Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, mengatakan bahwa sebanyak 1,7 juta pekerja di antaranya, disebut sudah valid dirumahkan perusahaannya maupun terkena PHK. Sedangkan 1,3 juta sisanya sedang dalam proses validasi.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan per 5 Mei 2020, telah mengucurkan dana Rp405,1 triliun untuk penanganan dampak covid-19, yang meliputi bidang kesehatan Rp75 triliun, perluasan jaring pengaman sosial Rp110 triliun, dukungan industri (insentif perpajakan dan stimulus KUR) Rp70,1 triliun dan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.

Pengalokasian dana pada pos-pos yang disesuaikan dengan keinginan pemerintah, terutama masyarakat rentan, diharapkan dapat membantu mereka yang penghasilannya berkurang atau hilang dan memastikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok.

Kendati demikian, kenyataannya masih terdapat kasus distribusi bantuan yang dinilai bermasalah. Dikutip dari Tempo.com (4/5/2020), seperti di DKI Jakarta, bantuan sosial justru dialokasikan untuk orang-orang kaya, misalnya kepada anggota DPRD yang tidak berhak.

Kasus lainnya terjadi di Banyumas, Jawa Tengah. Bantuan dialokasikan untuk 57.722 keluarga, yang dalam kenyatannya terdapat 131 ribu keluarga yang membutuhkan. Artinya, sekitar 73.278 keluarga tidak mendapatkan apa-apa. Fenomena ini diperparah dengan adanya masyarakat asal Klaten yang hendak menjual ginjal karena terdesak kebutuhan.

Bantuan sosial dari pemerintah seperti hanya memunculkan perdebatan dan ketegangan baru. Persoalan bukan lagi terletak pada ketersediaan pangan, akan tetapi lebih kepada penyaluran bantuan yang tidak terdistribusi secara merata khususnya bagi masyarakat yang justru membutuhkan.

Distribusi merupakan salah satu masalah pokok di bidang ekonomi. Dalam perspektif ekonomi Islam, konsep distribusi dapat diaplikasikan melalui sistem zakat.

Manfaat kolektif zakat adalah akan terus mengingatkan orang yang memiliki kecukupan harta bahwa ada hak orang lain dalam hartanya. Karena sifat hukum yang dimilikinya, zakat ’memaksa’ manusia yang memiliki kecukupan harta untuk mengeluarkan sebagian hartanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan. Bahkan di masa pemerintahan khalifah Abu Bakar (11-13 H) beliau memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat.

Melalui sistem penyaluran zakat, klaim orang kaya menerima zakat seharusnya tidak terjadi karena umumnya tidak termasuk dalam golongan penerima zakat. Dengan demikian, keberadaan zakat dapat meringankan beban masyarakat ekonomi lemah, khususnya di masa pandemi menjadi tepat sasaran.

Hasil kajian Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia (BAZNAS RI) Tahun 2019, menjelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan angka potensi pengumpulan zakat, namun keseluruhan kajian menyebutkan bahwa potensi zakat Indonesia nilainya di atas Rp200 triliun. Hal ini tidak terlepas dari posisi Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar.

Untuk tahun 2019 saja, hasil kajian menunjukkan potensi zakat di Indonesia sebesar Rp233,8 triliun. Adapun proyeksi di tahun 2020, BAZNAS RI menilai kondisi perzakatan di Indonesia bergerak secara agresif menuju pengelolaan yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat dari berbagai inovasi yang sedang dan telah dilakukan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) diantaranya adalah upaya integrasi pengelolaan zakat dengan teknologi melalui proses layanan berbasis digital, harmonisasi sistem data terpadu zakat secara nasional dan penyusunan kebijakan strategis berbasiskan riset dalam pengelolaan zakat.

Gambaran ini telah memunculkan sedikit harapan bagi masyarakat ekonomi lemah di tengah pandemi covid-19. Tentu implikasi zakat tidak dapat terwujud kecuali dengan kesadaran tinggi masyarakat untuk berzakat.

Tinggalkan komentar