Uno membelalakan matanya dipagi hari. Handphone tidak berhenti menerima notifikasi, baru semalam telepon seluler kesayangannya selesai diperbaiki semenjak dua hari lalu terbanting oleh adik kecilnya Lamina yang masih balita.
Dirinya bertanya-tanya apa yang dilewatkannya, apakah ia membuat masalah secara tidak sengaja atau ada hal yang terjadi di Oraganisasi kampusnya? Uno adalah seorang Presiden Himpunan Mahasiswa Berkarya (HMB) Fakultas Sastra Universitas Siralangi.
Setelah notifikasi berhenti dan membuka chat, Rana Wakil HMB menelfon. “Pres, dimana.” Tanya Rana panggil Uno dengan sebutan Pres kependekan dari Presiden dengan nada singkat tanpa basa-basi.
“Dirumah saja Na, kenapa?” Tanya Uno tenang.
“Belum baca chat?” Tanya balik Rana.
“Kamu kan tahu Hp ku baru diservis, ini baru dinyalain kamu udah nelpon aja. Emang ada yang darurat? Kan udah kukasih nomor Bubun.” Jelas Uno dengan nada datarnya.
“Aduh aku lupa.” Terdengar Rana menepuk jidatnya
“Intinya?” Uno semakin penasaran.
“Kemarin pas PKKMB daring Univ calon mahasiswa baru fakultas kita kena teguran tuh.” Jelas Rana dengan nada lelah mengingat drama Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).
“Jarinya iseng banget ngatain wakil rektor dan juga bicara kasar.” Lanjut Rana.
“Ada berapa orang yang kena semuanya?” Selidik Uno.
“7 Orang, 2 orang khusus di fakultas kita. Mau ambil tidakan apa?” Tanya Rana.
“Untuk perekrutan mahasiswa baru dan rundown acara ulang tahun himpunan masih kamu jalanin sesuai jadwalkan?” Tanya balik Uno.
“Apa hubungannya sama itu Pres?” Rana tak kalah bingung.
“Udah apa belum?” Uno menekan inti pertanyaanya.
“Tenang, aku orang bertanggung jawab kok, semua lancer tanpa masalah.” Santai Rana.
“Manteplah kamu, siap jadi ketua berikutnya yah.” Uno mencairkan suasana sambil tersenyum tipis, bebannya jadi Ketua HMB tidak mudah, selain mengurus masalah intern, ia juga bertanggung jawab atas majalah dan koran universitas, belum lagi beberapa kegiatan kampus dan luar kampus mengkoordinir setiap delegasi mahasiswa.
“Apaan sih, mau jadi ketua sama dengan siap capek, siap dihina, jadi wakil aja udah cukup.” Decak Rana sepperti angkat tangan.
“Oke, oke. Kamu punya data lengkap dua mahasiswa itu?” Tanya Uno kembali.
“Kamu mau apain mereka?” Rana hampir kaget.
“Disayang dong. Masa iya di hilangin sih.” Rana tidak habis ppikir dengan Presidennya ini.
“Serius aku nanya Pak presiden Uno.” Greget Rana.
“Udah percaya aja sama aku.” Jawab Uno santai.
“Oke deh, aku kirim via chat nanti lengkapnya, sekalian alamat dan nomor kontaknya juga aku kasih.” Jelas Rana.
“Terbaik, aku tunggu.” Percakapan pun berakhir setelah Uno mematikan sambungan telfonnyaa, ia menarik nafas panjang.
Dua minggu kemudian
Tok tok tok
Terdengar beberapa kali suara pintu diketuk.
“Uno buka pintu.” Panggil Bunda Nia, Ibu Uno.
“Siap bun.” Uno beranjak dari ruang televisi dekat dapur.
“Siapa sih pagi gini udah namu aja?” Tanya Bunda sebelum Uno menjauh.
“Malaikat pembawa rezeki kali Bun.” Jawab Uno.
“Kamu ini yah ditanya malah jawab yang aneh-aneh, awas jangan langsung buka pintu, pake masker dan jaga jarak, kalo ada paket jangan lupa disemprot dulu sama disinfektan, dan kalo ada tamu suruh cuci tangan sebelum masuk, dan sterilisasi tuh diruang yang kamu buat itu.” Pesan Bunda Nia panjang.
“Pesannya banyak banget bun.” Kata Uno seraya tersenyum.
“Jangan ngeyel, harus tetap waspada, kita udah dirumah aja, tapi kalau lalai dama orang diluar sama saja bohong, Uno.” Jelas Bunda Nia, sambil menunjuk Uno dengan kacang panjang yang ia sedang potong.
“Oke Bunda ku sayang. Uno keluar dulu yah.” Uno berjalan membuka pintu.
“Pres, A-.”
“Tunggu dulu, kamu masuk dulu keruang sterilisasi, baru deh kita bicara diruang tamu yah. Ingat cuci tangannya yang bener, semua barang ditaruh disanan saja, keruang tamu bawa badan aja.” Jelas Uno ketika langsung tamu tak diundang datang sebelum menyelesaikan perkataannya.
“Segitunya banget, padahal mau ngomong dulu.”
“Kata Bubun jangan ngeyel, taati aturan. Aku tunggu diruang tamu.” Dua sahabat itu saling berhadapan dipisahkan meja.
“Kamu apain si Raka jadi gitu? Terus Gaia gimana?”
“Jawabannya sederhana aja Ran. Raka itu dasarnya baik dan mau berubah, dibelokin kejalan yang bener sedikit, lari dia. Don’t jugde by it’s cover. Mungkin beberapa minggu lalu dia dan Gaia melakukan kesalahan,tapi bukan berarti mereka buruk sepenuhnya. Manusia tempatnya lupa dan salah.”
“Aku hanya melaksanakan kewajiban aku, Raka aku tawari lomba yang ada di Malaysia, dengan sedikit bimbingan dan kerja kerasnya dia lolos. Mungkin dia akan mulai terkenal dengan tagline Mahasiswa Baru Berprestasi. Ha ha ha.” Lanjut Uno.
“Terus Gaia?” Tanya Rana kembali.
“Beda orang beda watak juga Ran. Aku udah mencoba bombing Gaia, tapi… setiap orang memustuskan takdirnya sendiri, mungkin dia punya jalannnya sendiri, kita do’akan saja.”
Uno berdiri dan mengambil buku yang ada dibelakang kda menyerahkannya ke Rana.
“Ensiklodia Eunoia?”
“Eunoia bermakna sebuah kewajiban, tanggungjawab, perbuatan baik, serta kebajikan pesan dari Negeri Athena. Kamu baca aja, supaya makin produktif di masa pandemi gini.”
“Okay, aku pulang dulu Pres, makasih atas ilmu dan wejangannya.”
Penulis : Galih Larasati
Juara 1 Cerpen Writing Competition
