Dunia Pendidikan sedang diperkeruh oleh pandemi yang mengharuskan semua aktivitas seperti pelaksanaan pembelajaran yang mau tidak mau harus dilaksanakan secara daring. Selain itu, di tingkat perguruan tinggi tak lupa dalam penerimaan mahasiswa baru kini dilaksanakan secara daring, salah satunya di Universitas Tadulako.
Sedang hangat-hangatnya sebagai topik pembicaraan, Pembukaan PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) Universitas Tadulako tengah menjadi sorotan ribuan bahkan ratusan mata mengenai salah satu mahasiswa baru yang dianggap berbicara kotor pada saat pelaksanaan PKKMB Universitas yang dilaksanakan secara daring melalui akun youtube Universitas Tadulako (21/9/20). Apa penyebabnya? Apakah hal tersebut dapat dikatakan hanya sebatas candaan media sosial? Ataukah buruknya etika mahasiswa sekarang?
Betapa sangat miris generasi sekarang yang bisa dikatakan berlimpah teknologi tetapi tidak demikian dengan etikanya. Hidup di masa millennial generation, namun seperti silent generation. Media sosial saat ini sangat rawan membuat apa yang diunggah seseorang untuk mencerminkan bagaimana orang tersebut, terutama etika dan tata krama. Hanya karena seseorang masuk di perguruan tinggi dan menyandang status mahasiswa, apakah organisasi mahasiswa dapat dikatakan tak becus dalam mengkoordinir dan mendidik mahasiswanya? Tentu saja, tidak! Organisasi mahasiswa bahkan belum menyentuh mahasiswa baru tersebut secara langsung. Jangankan menyentuh, melihat dengan mata telanjang saja belum. Lantas bagaimana cara mereka menjadi tak becus? bagaimana organisasi mahasiswa bisa dikatakan tak becus? Jelas tak bisa demikian. Justru disini dapat kita lihat bahwa mahasiswa baru tidak dapat menempatkan dirinya dan bobrok etika dalam penggunaan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Organisasi mahasiswa menjadi salah satu wadah penting bagi mahasiswa baru untuk lebih mengenal bagaimana dunia kampus, bagaimana seharusnya sikap dan perilaku mahasiswa didalam maupun diluar kampus, dan bagaimana menjadikan mahasiswa bukan hanya sebagai status. Mahasiswa yang dididik didalam dan diluar organisasi tentu akan memiliki output yang berbeda disetiap harinya. Hal yang perlu kita ingat, bahwa lingkungan yang berbeda tentu akan menghasilkan orang yang berbeda-beda pula.
Kasus seperti ini bukan untuk pertama kalinya terjadi. Ini tentunya dapat menjadi pelajaran bagi kita di dunia maya untuk lebih berhati-hati. Namun pada kasus ini, bukan berarti kita sebagai mahasiswa ikut serta untuk bertugas menghakimi. Setiap orang mempunyai fasenya sendiri untuk beradaptasi. Biarkan saja pihak Universitas yang menindaklanjuti. Jangan sampai kita memperkeruh, lantas menyebarluaskan dengan alih-alih menghardik pelaku seperti buronan, mengganggu mental seseorang, sehingga dapat memicu terjadinya cyberbullying akibat media sosial. Mari kita jangan menambah buruk suasana. Tak ada yang tahu maksud dari pelaku sendiri mengapa berkata demikian, mengapa memposting demikian. Tak ada yang tahu jika ia mempunyai sebuah alasan. Yang jelas, sangat penting bagi pelaku untuk angkat suara mengenai kelakuannya.
Ini bisa menjadi bahan evaluasi terutama bagi organisasi mahasiswa yang nantinya setelah pelaksanaan PPKMB dapat menjadi wadah didikan dasar dan revolusi mental yang sangat penting bagi mahasiswa baru, terutama terhadap etika mahasiswa. Saya percaya, organisasi mahasiswa dapat mendidik mahasiswa sampai memiliki empat kecerdasan yang memadai dalam dirinya, mulai dari kecerdasan intelektual, spiritual, sosial, sampai emosional. Hidup Mahasiswa!
Penulis : Ariana Yuni Syarofah
Juara 2 Opini Writing Competition
