Celebes Bergerak dan AMAN Kamalisi Gelar Media Briefing Bersama Lpm Se-Kota Palu

Sumber Foto : Anggota Celebes

LPM se-Kota Palu, termasuk LPM Produktif FEB – UNTAD, turut berpastisipasi dalam kegiatan media briefing yang digelar oleh komunitas Celebes Bergerak dan Aliansi Masyarakat Nusantara Adat (AMAN) Kamalisi bersama The Samdhana Institute. Kegiatan ini dilaksanakan pada Minggu, 12 Januari 2025, di Gis Café, Kota Palu, dengan tujuan untuk mengkampanyekan pentingnya kesedaran tentang urgensi perlindungan hutan dan wilayah dari eksploitasi berlebihan dan dampak Kesehatan yang dapat merugikan masyarakat dan kelompok rentan.

Dalam forum ini, Risdayanti dari Celebes bergerak menyampaikan bahwa sejauh ini mereka berfokus kepada masyarakat kelompok rentan, masyarakat adat dan warga lingkar tambang, dan kelompok paling rentan dalam situasi ini adalah perempuan, anak, dan disabilitas. Risdayanti juga mengungkapkan terjadinya pencemaran mata air Uwetumbu dibuluri yang dimana mata air itu merupakan sumber penghidupan masyarakat setempat. Ia juga menyoroti minimnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan tingkat lokal.

Selain itu Oskar Tikabaja, Divisi Hukum dan Advokasi AMAN Kamalisi mengungkapkan bahwa ada 15 warga yang mendapatkan surat panggilan dari polda Sulteng dikarenakan melakukan penolakan terhadap aktivitas tambang. Beliau juga mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang mengadvokasi masyarakat adat Kalora terkait penolakan tambang tersebut. Persoalan yang dihadapi masyarakat adat di pegunungan kamalisi ini tidak terlepas dari masifnya Pembangunan ibukota Nusantara (IKN) dan hal ini berdampak bagi Sulawesi Tengah sebagai penyuplai material sebanyak 30 juta ton untuk IKN.

Sementara itu, Demus Paridjono, selaku Ketua Aman Kamalisi, mengatakan bahwa saat ini di lingkungan Salena, tepatnya di Buluri terdapat lebih dari 700 hektar hutan lindung akan tetapi pemerintah masih saja menerbitkan izin tambang, dimana seakan akan hutan lindung ini sudah dipersiapkan untuk penambangan dan situasi serupa terjadi juga di Desa Kalora, kecamatan Kinovaro, Sigi, dimana 1.000 hektar hutan lindung didorong untuk dijadikan pertambangan. Menurut beliau pemerintah kurang konsisten dengan kebijakan terhadap perlindungan lingkungan dan justru banyak merugikan masyarakat. Ancaman terhadap masyarakat adat tidak hanya datang dari eksploitasi tambang tetapi juga dari rencana pengalihan fungsi wilayah adat. “Pemakaman umum di Desa Balumpewa dijadikan jalan menuju tempat wisata hal ini sangat meresahkan masyarakat adat didaerah tersebut” singkat Demus.
Beliau juga berpandangan bahwa situasi ini sangat mendesak masyarakat terhadap kebebasan ruang dan kedepannya pihaknya akan melakukan Upaya strategis termasuk langkah hukum jika diperlukan.

Melalui Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat kampanye perlindungan lingkungan melalui tulisan di berbagai platform media. Tulisan – tulisan ini tidak hanya berfungsi untuk edukasi public tetapi juga sebagai alat untuk mendukung perjuangan masyarakat adat dalam mempertahankan wilayah mereka.

Penulis : Dahnia Sapara

Editor : Tim Redaksi

Tinggalkan komentar